detikhukum.id,- Sibolga || Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bersama Dewan Pimpinan Daerah Cendikia Muda Muslim Indonesia (DPD CMMI) Sibolga-TapTeng akan menggelar aksi damai tahap II di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Sibolga, pada Rabu 12 Maret 2025.
Aksi damai ini dilakukan guna menindaklanjuti aksi damai pertama yang dilakukan pada Selasa (25/2/2025) lalu, atas dugaan kasus tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum Panitera terhadap seorang mahasiswi magang dilingkungan Pengadilan Negeri Sibolga.
Muhammad Riski Pane, selaku Koordinator Aksi II dari PMII TapTeng-Sibolga dan DPD-CMMI Sibolga-TapTeng menyatakan, bahwa tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum panitera PN Sibolga merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan etika.
“Sebagaimana diatur dalam UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan KUHP Pasal 289 tentang Pelecehan Seksual, serta Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Bergadapan dengan Hukum,” kata Muhammad Riski, kepada wartawan, pada Selasa 11 Maret 2025.

Ia meminta pihak Pengadilan Negeri Sibolga dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani kasus dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum panitera tersebut.
“Kami berharap, PN Sibolga mengambil sikap tegas dalam menyikapi permasalahan ini, guna menjaga marwah lembaga peradilan serta memastikan perlindungan hukum terhadap korban. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” tandasnya.
Adapun tuntutan yang akan disampaikan oleh PMII TapTeng-Sibolga dan DPD-CMMI Sibolga-TapTeng dalam aksi, diantaranya;
Mendukung Ketua Pengadilan Negeri Sibolga dalam upaya menyelesaikan dugaan kasus pelecehan seksual ini secara transparan dan berkeadilan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk segera turun tangan dan melakukan investigasi langsung terhadap kasus ini guna memastikan adanya tindakan tegas terhadap pelaku.
Mendesak agar oknum panitera yang terlibat dalam dugaan pelecehan seksual tersebut diberhentikan secara tidak hormat, sesuai dengan ketentuan hukum dan kode etik pegawai peradilan di Indonesia.
Apabila tuntutan ini tidak dipenuhi dalam waktu yang wajar, maka kami akan mengajukan laporan pengaduan masyarakat (Dumas) ke pihak kepolisian. Agar kasus ini dapat ditindaklanjuti secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DH/Raffa Christ Manalu/red