IPW Desak Jaksa Agung Copot Kapuspenkum Kejagung!

detikhukum.id,- Jakarta || Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Jaksa Agung, ST Burhanudin mencopot Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar yang telah menyalahgunakan posisinya dengan cara merendahkan institusi, dengan menyamakan Kejagung dengan personal Febrie Adriansyah, selaku Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

Menurut IPW, pernyataan Harli itu dinilai telah merendahkan Kejagung sebagai institusi negara, sehingga menjadi rendah dan selevel dengan seorang Febrie. “Padahal, Kejagung adalah sebuah lembaga berdasarkan norma-norma ketatanegaraan dalam bidang penegakan hukum yang tidak setara dengan Febrie Adriansyah selaku Jampidsus, yang berpotensi melakukan kesalahan dan bisa diproses hukum bila terbukti melakukan pelanggaran hukum,” ujar Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, di Jakarta, pada Kamis 13 Maret 2025.

Ia menyebut, tindakan Harli yang menempatkan Febrie Adriansyah selevel dengan lembaga Kejagung, dinilai mempertontonkan pola pikir sempit dan antikritik. Bahkan telah melampaui batas, karena simbol Kejagung adalah Jaksa Agung, dan itu pun tidak sama dengan institusi kejaksaan. “Sebab, posisi jabatan adalah sekedar penugasan yang pasti akan berakhir, sementara institusi Kejagung tetap akan terus berdiri selama negara ini berdiri,” ucapnya.

Sugeng menjelaskan, tindakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, termasuk IPW melaporkan Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan sebuah tindakan legal yang dilindungi undang-undang.

“Pelaporan ke KPK tersebut adalah wujud pelaksanaan ketentuan hukum dan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Hal itu diamanatkan dalam Pasal 1 angka 4 UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, Pasal 41 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor), dan Pasal 2 PP No 43 Tahun 2018 tentang Hak Masyarakat untuk Berperan Serta dalam Pemberantasan Tipidkor,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Sugeng, dalam Pasal 7 PP tersebut secara tegas diatur bahwa peran serta masyarakat adalah dengan membuat laporan, dalam hal ini kepada KPK. “Artinya, laporan kepada lembaga anti rasuah tersebut, terkait dugaan Tipidkor Febrie Adriansyah merupakan pelaksanaan dari perundang-undangan serta merupakan proses penegakan hukum,” imbuhnya.

Ia menambahkan, dalam melaksanakan hak-nya tersebut, masyarakat yang menjadi pelapor dilindungi secara hukum. “Hal itu diatur secara tegas dalam Pasal 12 No 43 Tahun 2018, yaitu perlindungan hukum bagi masyarakat yang melakukan hak-nya untuk berperan serta dalam pemberantasan korupsi. Bahkan, masyarakat dapat diberikan penghargaan berupa piagam dan premi sesuai Pasal 42 UU Tipidkor dan Pasal 13 PP No 43 Tahun 2018,” bebernya.

Ditegaskan oleh Sugeng, dalam pernyataan Kapuspenkum Kejagung tersebut, terdapat frasa”satu orang insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil itu sama dengan berhadapan dengan seluruh institusi. “Secara leksikal maupun gramatikal, jika dikaitkan dengan peristiwa pelaporan masyarakat kepada KPK dapat dimaknai ‘siapapun yang melaporkan jaksa atas dugaan tindak pidana korupsi akan berhadapan dengan instansi kejaksaan,” tegasnya.

“Makna secara sederhana adalah ancaman kepada siapa pun pelapor yang melaporkan dugaan Tipidkor, jika yang dilaporkan petinggi Kejagung,” tambahnya.

Menurut Sugeng, tindakan Harli Siregar yang menyampaikan ancaman tersebut merupakan perbuatan yang merendahkan hukum dan keadilan, mengingat apa yang dilakukan masyarakat sipil adalah merupakan wujud perintah undang-undang dalam penegakan hukum dibidang Tipidkor.

“Pernyataan ancaman itu bertentangan dengan sumpah jabatan jaksa sebagaimana dimaksud dalam poin 15 Pasal 10 Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2021 yang berbunyi, Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu, dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara,” ungkapnya.

Sumpah jabatan tersebut wajib dijunjung tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kode Perilaku Jaksa, dan Tata Cara Pemeriksaan atas Pelanggaran Kode Etik Perilaku Jaksa tentang profesionalitas jaksa.

“Karena berkaitan dengan statement tersebut, Kapuspenkum tidak profesional dan melanggar sumpah jabatan serta etik,” tuturnya.

Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyatakan, satu anggota kejaksaan atau Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil, sama artinya dengan menghadapi institusi Kejagung.

“Bagi kami, satu orang insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil, sama dengan berhadapan dengan seluruh institusi,” kata Harli saat dimintai tanggapannya soal pelaporan Jampidsus Febrie Adriansyah ke KPK, pada Rabu (12/3/2025).

Seharusnya, Harli Siregar menghormati proses penegakan hukum Tipidkor melalui laporan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi ke KPK. Namun, yang terjadi sebaliknya, pelapor mendapatkan ancaman dan intimidasi dari Kapuspenkum, dan hal ini jelas-jelas melanggar etik dan ketentuan hukum tersebut.

DH/Raffa Christ Manalu/red

Pos terkait