CMMI Kecam Penanganan Pasca Bencana Tapteng: OPD Baru Dilantik Saat Darurat, Sejumlah Kecamatan Dinilai Terabaikan

detikhukum.id,- ‎detikhukum,id. || Tapanuli Tengah.
‎Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Cendekia Muda Muslim Indonesia (DPD CMMI), Anggiat Marito, melontarkan kritik keras terhadap penanganan pasca bencana di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Meski pemerintah daerah disebut telah turun ke lapangan, langkah tersebut dinilai tidak diiringi kebijakan cepat, solusi konkret, dan keberpihakan yang merata kepada seluruh wilayah terdampak.

‎Anggiat menyebut, hingga kini masih banyak warga yang belum merasakan pemulihan nyata. Infrastruktur rusak, aktivitas ekonomi lumpuh, serta kebutuhan dasar seperti logistik, layanan kesehatan, kepastian air bersih, dan hunian sementara belum tertangani secara optimal.

‎Situasi tersebut diperparah oleh munculnya persoalan sosial serius, mulai dari korban jiwa, hingga penjarahan gudang Bulog dan minimarket, yang mencerminkan lemahnya pengendalian keadaan darurat akibat keterlambatan kebijakan strategis.

‎> “Bupati memang turun ke lapangan, namun masyarakat menunggu lebih dari sekadar kunjungan. Yang dibutuhkan adalah keputusan cepat dan solusi yang bisa langsung dirasakan rakyat,” tegas Anggiat Marito.

‎Anggiat juga menyoroti kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapteng yang dinilai tidak sensitif terhadap situasi darurat, salah satunya pelantikan sejumlah pejabat OPD baru di tengah kondisi bencana. Menurutnya, langkah tersebut memunculkan tanda tanya besar di tengah kebutuhan mendesak akan fokus penuh pada penanganan korban.

‎> “Saat masyarakat berjuang mendapatkan air bersih dan bantuan, pemerintah justru melantik OPD baru. Ini menunjukkan kepekaan krisis yang patut dipertanyakan,” ujarnya.

‎Selain itu, Anggiat mengkritik kebijakan yang terkesan birokratis, seperti imbauan pengambilan gelondongan kayu serta ketentuan bahwa bantuan harus melalui pemerintah daerah, yang justru memperlambat distribusi bantuan dan menghambat gerak relawan.

‎Lebih jauh, CMMI menilai adanya ketimpangan perhatian pemerintah daerah terhadap wilayah terdampak. Beberapa kecamatan, seperti Sorkam dan Barus, disebut seolah kurang mendapatkan perhatian serius dibandingkan wilayah lain.

‎> “Kami menerima banyak keluhan dari masyarakat Sorkam dan Barus yang merasa seakan dilupakan. Penanganan bencana tidak boleh tebang pilih. Semua warga memiliki hak yang sama atas perlindungan dan pemulihan,” kata Anggiat.

‎Ia menegaskan, lemahnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) serta ketidaksiapan data korban dan kerusakan memperlihatkan bahwa manajemen penanganan pasca bencana belum berjalan efektif dan terstruktur.

‎CMMI mendesak Pemkab Tapteng untuk segera menetapkan langkah pemulihan yang tegas, terukur, dan transparan, khususnya dalam memastikan akses air bersih yang aman dan berkelanjutan. Pemerintah daerah juga diminta mempercepat pendataan korban, memperlancar distribusi bantuan, serta menyusun rencana rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak secara adil dan merata.

‎Anggiat turut mendorong dibukanya ruang kolaborasi dengan organisasi masyarakat, relawan, dan elemen pemuda, agar penanganan pasca bencana tidak terhambat oleh sekat birokrasi.

‎> “Jika kebijakan terus lamban dan tidak berpihak, bencana ini berpotensi berubah menjadi krisis kemanusiaan berkepanjangan. Pemerintah harus membuktikan keberpihakannya melalui tindakan nyata,” tambahnya.

‎Di akhir pernyataannya, Anggiat Marito menegaskan bahwa kritik yang disampaikan merupakan bentuk kepedulian dan kontrol sosial CMMI demi memastikan hak-hak masyarakat Tapanuli Tengah benar-benar terpenuhi.

‎> “Rakyat tidak butuh seremoni dan formalitas. Yang mereka butuhkan adalah keadilan, kepastian, dan solusi nyata,” pungkasnya.

‎DH/ muhammad riski pane /red

Pos terkait