detikhukum.id,- Jakarta || Kuasa Hukum kasus pembubaran retret pelajar Kristen Subadria Nuka melaporkan Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Cidahu Ajun Komisaris Endang Slamet ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada hari ini, Senin, 14 Juli 2025.
Pelaporan itu karena mereka menilai Endang Slamet justru diduga memprovokasi massa dalam peristiwa tersebut. Berdasarakan video yang viral di media sosial, Nuka menyatakan Endang sempat menyampaikan pernyataan yang memancing dan memanasi masyarakat.
“Dia menyampaikan seperti video yang beredar, ‘Bahwa tempat ini telah digunakan oleh luar agama kita. Artinya ini menurut kami memancing, justru memancing, memanasi masyarakat sehingga masyarakat makin chaos (kacau),” kata Nuka, dikutip dari TEMPO.CO, pada Senin 14 Juli 2025.
Nuka menyatakan, tindakan Endang tidak profesional. Sebagai aparat negara, Endang seharusnya bisa berlaku adil dan netral. “Menurut kami, diduga Kapolsek AKP Endang Slamet diduga tidak profesional dan tidak netral dalam pembubaran,” kata Nuka.
Selain itu, lanjut Nuka, Endang juga sempat menyatakan rumah tempat retret itu ditutup berdasarkan undang-undang. “Seorang Kapolsek, kami menduga sampai mengatakan bahwa tempat ini atas nama undang-undang, kami tutup,” ucapnya.
Nuka menyatakan bahwa seharusnya pada kasus tersebut, polisi dapat mengayomi dan mendinginkan suasana atau bisa menghadang adanya pembubaran, namun yang terjadi adalah sebaliknya.
“Seharusnya seorang Kapolsek yang bisa mengademi ataupun bisa mengayomi, ataupun bisa menghadang pembubaran tersebut menurut kami malah sebalik itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, retret Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat dibubarkan paksa oleh masyarakat pada 27 Juni 2025. Berdasarkan rekaman video yang viral di media sosial, massa terlihat merusak fasilitas rumah seperti kaca, perabotan, dan menurunkan benda yang menyerupai salib.
GAMKI Bogor menyatakan pembubaran paksa oleh warga tersebut didasari oleh isu perizinan. Warga menuduh rumah tersebut difungsikan sebagai tempat ibadah tanpa memiliki izin resmi. GAMKI menegaskan bahwa selain perusakan, para peserta retret yang sebagian besar adalah pelajar juga mengalami tindakan intimidasi dari massa.
Kepolisian Resor Sukabumi menetapkan tujuh warga setempat sebagai tersangka pada Senin malam, 30 Juni 2025. Penetapan status tersangka ini hasil penyelidikan atas laporan yang dibuat oleh Yohanes Wedy, kerabat pemilik rumah.
Polres Sukabumi menyatakan tujuh warga tersebut menjadi tersangka dalam kasus perusakan barang pribadi. Mereka terlibat langsung dalam perusakan pagar, kendaraan bermotor hingga menurunkan paksa atribut keagamaan (salib). Namun Polres Sukabumi tidak menjadikan mereka sebagai tersangka dalam kasus pembubaran paksa acara retret pelajar kristen.
“Ini murni tindak pidana perusakan. Kami bergerak cepat agar semua pihak mendapatkan rasa keadilan dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat,” kata Kepala Polres Sukabumi Ajun Komisaris Besar Samian, pada Rabu, 2 Juli 2025.
DH/Raffa Christ Manalu/red






